Kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) di Pulau Jawa dalam kondisi kritis. Penyebab kerusakan terbesar disumbang oleh limbah rumah tangga atau domestik.
“Saya ambil sampel untuk DAS Bengawan Solo, kontribusi dari limbah domestik cukup besar yakni mencapai 70 - 75 persen. Rata-rata di Jawa kondisinya demikian,” ungkap Barlin Abdurrahman, Kepala Pusat Pengelolaan Ekoregion Jawa Kementrian Lingkungan, di Daerah Istimewa Yogyakarta, beberapa hari lalu.
Barlin menjelaskan, selain tingginya kontribusi limbah domestik, limbah industri juga tetap berkontribusi. Selain itu, kerusakan hutan juga turut berpengaruh.
Kendati demikian, terkait penanganannya sendiri, limbah domestik lebih sulit. Pencegahan limbah industri telah diatur dalam regulasi yang diatur dalam proses perijinan. Namun, untuk limbah domestik ini menyangkut budaya masyarakat sendiri tentang kesadaran untuk menjaga lingkungan.
Ia mencontohkan, pembangunan saluran instalasi pembuangan air limbah (IPAL) di kota-kota saat ini belum menyeluruh sehingga tidak sebanding dengan tingkat pertumbuhan penduduk.
Kegiatan mengurangi risiko limbah domestik sudah dilakukan di 44 kota yakni dengan memberikan stimulan untuk pembuatan saluran IPAL domestik ataupun IPAL biogas. Selain itu juga dilakukan dengan membangun laboratorium lingkungan di berbagai daerah. "Program tersebut masih jauh dari ideal karena terbatasnya anggaran," tambahnya.
Barlin berpendapat untuk mengatasi permasalah tersebut perlu kerjasama antar pemerintah daerah. Pasalnya persoalan DAS tak terlepas dari wilayah perbatasan antarkota ataupun antarkoperasi. Di sisi lain, perlu adanya penyadaran kepada masyarakat akan permasalahan tersebut.
Hal senada juga dikatakan oleh Kepala Bidang Pengawasan dan Pemulihan Badan Lingkungan Hidup Kota Jogja Ika Rostika. Di mana kondisi sungai di Yogyakarta cukup memprihatinkan. Selain karena limbah domestik, perilaku membuang sampah masyarakat di sungai juga memprihatinkan. “Pencegahan yang paling berat adalah menumbuhkan perilaku masyarakat untuk mencintai lingkungan,” katanya
(Olivia Lewi Pramesti)
Source : nationalgeographic.com
0 komentar:
Posting Komentar